BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan
pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan
satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.
David Paulus Ausubel (25 Oktober 1918 - 9 Juli
2008) seorang psikolog Amerika lahir di Brooklyn,New York, belajar di
University of Pennsylvania. Salah satu kontribusi paling signifikan untuk
bidang pendidikan psikologi ilmu kognitif dan pendidikan sains adalah
pengembangan pembelajaran dan penelitian pada advance organizers (sejak 1960).
Dia pensiun dari akademisi pada tahun 1973 dan mengabdikan dirinya kepada
praktek psikiatri. kemudian pensiun dari kehidupan profesional pada tahun 1994
untuk mengabdikan diri penuh, pada usia 75 tahun, untuk menulis dan empat buku
dihasilkan. Dr Ausubel meninggal pada 9 Juli 2008. Menurut Ausubel, ada dua jenis belajar yaitu
Belajar bermakna (meaningful learning) dan Belajar menghafal (rote learning).
BAB II
PEMBAHASAN
Ausubel mengemukakan bahwa
belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta
didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik
sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu,
subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa,
sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan
demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Menurut Ausubel belajar dapat
diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan
atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa
hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan
struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika
siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur
kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar
bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan
arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif
itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif
itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau
tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika
struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur
kognitif itu cenderung menghambat belajar.
Kondisi- kondisi belajar
bermakna sebagai berikut :
1. Menjelaskan
hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan- bahan lama.
2.
Lebih
dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih
terperinci.
3.
Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara
bahan baru dengan bahan lama.
4.
Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai
sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.
Selanjutnya dikatakan suatu
pembelajaran dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:
1. Materi
yang akan dipelajari bermakna secara potensial.
Materi
dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan
secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalm struktur kognitif
siswa.
2. Anak
yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak
tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.
Langkah-langkah belajar
bermakna Ausubel adalah :
1.
Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan
untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih
tinggi maknanya.
2.
Diferensiasi Progregsif
Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan
kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih
dahulu kemudian baru lebih mendetail.
Dalam pembelajaran bermakna
perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang
inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.
Menurut
Ausubel ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna yaitu :
1.
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih
lama dapat diingat,
2.
Informasi yang dipelajari secara bermakna
memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
3.
Informasi yang dipelajari secara bermakna
mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
Implikasi Teori
Belajar Bermakna pada Matematika
Perhatikan
tiga bilangan berikut !
(1)
89.107.145
(2)
54.918.071
(3)
17.081.945
·
Apakah untuk dapat mengingat bilangan-bilangan
di atas perlu dikaitkan dengan hal tertentu yang sudah dimengerti siswa?
·
Bagaimana merancang pembelajaran matematika
yang bermakna?
Beberapa pertanyaan yang
dapat diajukan adalah : Mengapa bagi sebagian siswa di Indonesia, bilangan
ketiga, yaitu 17.081.945, merupakan bilangan yang paling mudah diingat? Mengapa
bilangan kedua yaitu 54.918.071 merupakan bilangan yang paling mudah diingat
berikutnya? Mengapa bilangan pertama yaitu 89.107.145 merupakan bilangan yang
paling sulit diingat atau dipelajari?
Bilangan ketiga, yaitu
17.081.945 merupakan bilangan yang paling mudah diingat hanya jika bilangan
tersebut dikaitkan dengan tanggal Kemerdekaan RI yang jatuh pada 17
Agustus 1945 (atau 17-08-1945). Namun bilangan ketiga tersebut, yaitu
17.081.945 akan sulit diingat (dipelajari) jika bilangan itu tidak dikaitkan
dengan tanggal Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Jadi, proses pembelajaran
dimana kita dapat mengaitkan suatu pengetahuan yang baru (dalam hal ini
bilangan 17.081.945) dengan pengetahuan yang lama (dalam hal ini 17-08-1945,
yaitu tanggal Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945) seperti itulah yang disebut
dengan pembelajaran bermakna dan hasilnya diharapkan akan tersimpan lama.
Misalkan saja Anda diminta
untuk membantu siswa Anda untuk mengingat bilangan kedua, yaitu 54.918.071.
Anda dapat saja meminta setiap siswa untuk mengulang-ulang menyebutkan bilangan
di atas sehingga mereka hafal, maka proses pembelajarannya disebut dengan
belajar membeo atau belajar hafalan seperti sudah dibahas pada bagian
sebelumnya. Sebagai akibatnya, bilangan tersebut akan cepat hilang jika
tidak diulang-ulang lagi. Bagaimana proses menghafal bilangan kedua, yaitu
54.918.071 agar menjadi bermakna? Yang perlu diperhatikan adalah adanya
hubungan antara bilangan kedua dengan bilangan ketiga. Bilangan kedua bisa
didapat dari bilangan ketiga namun dengan menuliskannya dengan urutan terbalik.
Jadi, agar proses mengingat bilangan kedua dapat bermakna, maka proses
mengingat bilangan kedua (yang baru) harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945 akan tetapi dengan membalik urutan
penulisannya menjadi 5491-80-71. Untuk bilangan pertama, yaitu 89.107.145.
Bilangan ini hanya akan bermakna jika bilangan itu dapat dikaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu
berkait dengan nomor telepon atau nomor lain yang dapat kita kaitkan. Tugas
guru adalah membantu memfasilitasi siswa sehingga bilangan pertama
tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika
seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut
dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning).
Berdasarkan contoh di atas,
dapatlah disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah
dipelajari dan dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi
siswanya sedemikian sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna
(meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel. Dari apa yang
dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika,
seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu,
siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang sudah dipunyainya.
Ausubel menyatakan hal
berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational
psychology to just one principle, I would say this: The most important single
factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this
and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan
yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu
proses pembelajaran. Di samping itu, seorang guru dituntut untuk
mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat
siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru
tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai
belajar bermakna tersebut.
Contoh dalam
pembelajaran Matematika:
Dalam
belajar program linier, siswa yang belajar bermakna bisa mengkaitkannya dengan
materi menggambar grafik fungsi linear dan menyelesaikan pertidaksamaan linear
serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan program
linier. Dan sebaliknya apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa mengkaitkannya
dengan materi sebelumnya dan tidak mampu mengaplikasikannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa
boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
- Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar
akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi
pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang
sudah ada dalam struktur kognisi siswa.