Jumat, 05 April 2013

TEORI AUSUBEL

Diposting oleh Nath di 00.25 1 komentar

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.
David Paulus Ausubel (25 Oktober 1918 - 9 Juli 2008) seorang psikolog Amerika lahir di Brooklyn,New York, belajar di University of Pennsylvania. Salah satu kontribusi paling signifikan untuk bidang pendidikan psikologi ilmu kognitif dan pendidikan sains adalah pengembangan pembelajaran dan penelitian pada advance organizers (sejak 1960). Dia pensiun dari akademisi pada tahun 1973 dan mengabdikan dirinya kepada praktek psikiatri. kemudian pensiun dari kehidupan profesional pada tahun 1994 untuk mengabdikan diri penuh, pada usia 75 tahun, untuk menulis dan empat buku dihasilkan. Dr Ausubel meninggal pada 9 Juli 2008. Menurut Ausubel, ada dua jenis belajar yaitu Belajar bermakna (meaningful learning) dan Belajar menghafal (rote learning).


BAB II
PEMBAHASAN

Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.

Kondisi- kondisi belajar bermakna sebagai berikut :
   1.      Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan- bahan lama.
   2.       Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
   3.      Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4.      Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.

Selanjutnya dikatakan suatu pembelajaran dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:
   1.      Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial.
Materi dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalm struktur kognitif siswa.
   2.      Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.

Langkah-langkah belajar bermakna Ausubel adalah :
   1.      Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
   2.      Diferensiasi Progregsif
Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.

Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.
Menurut Ausubel  ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
2.      Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
3.      Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Implikasi  Teori  Belajar  Bermakna pada Matematika

Perhatikan tiga bilangan berikut !
(1) 89.107.145
(2) 54.918.071
(3) 17.081.945
      ·         Manakah bilangan yang paling mudah dan paling sulit diingat siswa?
·         Apakah untuk dapat mengingat bilangan-bilangan di atas perlu dikaitkan dengan hal tertentu yang sudah dimengerti siswa?
·         Bagaimana merancang pembelajaran matematika yang bermakna?
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah : Mengapa bagi sebagian siswa di Indonesia, bilangan ketiga, yaitu 17.081.945, merupakan bilangan yang paling mudah diingat? Mengapa bilangan kedua yaitu 54.918.071 merupakan bilangan yang paling mudah diingat berikutnya? Mengapa bilangan pertama yaitu 89.107.145 merupakan bilangan yang paling sulit diingat atau dipelajari?
Bilangan ketiga, yaitu 17.081.945 merupakan bilangan yang paling mudah diingat hanya jika bilangan tersebut dikaitkan  dengan tanggal Kemerdekaan RI yang jatuh pada 17 Agustus 1945 (atau 17-08-1945). Namun bilangan ketiga tersebut, yaitu 17.081.945 akan sulit diingat (dipelajari) jika bilangan itu tidak dikaitkan dengan tanggal Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Jadi, proses pembelajaran dimana kita dapat mengaitkan suatu pengetahuan yang baru (dalam  hal ini bilangan 17.081.945) dengan pengetahuan yang lama (dalam hal ini 17-08-1945, yaitu tanggal Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945) seperti itulah yang disebut dengan pembelajaran bermakna dan hasilnya diharapkan akan tersimpan lama.
Misalkan saja Anda diminta untuk membantu siswa Anda untuk mengingat bilangan kedua, yaitu 54.918.071. Anda dapat saja meminta setiap siswa untuk mengulang-ulang menyebutkan bilangan di atas sehingga mereka hafal, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar membeo atau belajar hafalan seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Sebagai  akibatnya, bilangan tersebut akan cepat hilang jika tidak diulang-ulang lagi. Bagaimana proses menghafal bilangan kedua, yaitu 54.918.071 agar menjadi bermakna? Yang  perlu diperhatikan adalah adanya hubungan antara bilangan kedua dengan bilangan ketiga. Bilangan kedua bisa didapat dari bilangan ketiga namun dengan menuliskannya dengan urutan terbalik. Jadi, agar proses mengingat bilangan kedua dapat bermakna, maka proses mengingat bilangan kedua (yang baru) harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945 akan tetapi dengan membalik urutan penulisannya menjadi 5491-80-71. Untuk bilangan pertama, yaitu 89.107.145. Bilangan ini hanya akan bermakna jika bilangan itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu berkait dengan nomor telepon atau nomor lain yang dapat kita kaitkan. Tugas guru adalah  membantu memfasilitasi siswa sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning).
Berdasarkan contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.  Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika, seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya.
Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses  pembelajaran. Di samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.

Contoh dalam pembelajaran Matematika:
Dalam belajar program linier, siswa yang belajar bermakna bisa mengkaitkannya dengan materi menggambar grafik fungsi linear dan menyelesaikan pertidaksamaan linear serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan program linier. Dan sebaliknya apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa mengkaitkannya dengan materi sebelumnya dan tidak mampu mengaplikasikannya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
-      Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
-      Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.




Kamis, 04 April 2013

MANUSIA, SAINS DAN TEKNOLOGI

Diposting oleh Nath di 12.08 2 komentar

MANUSIA, SAINS DAN TEKNOLOGI

   A.      Makna Manusia, Sains dan Teknologi
1.       Makna Manusia
Membiacarakan tentang manusia akan selalu actual sepanjang manusia berpikir dan sadar tentang dirinya.
Eksistensi manusia terletak pada kemampuan berpikir. Seorang filosuf besar; Descartes, mengatakan; Cogito Ergo Sum, saya berfikir, maka dari itu saya ada. Keculai itu, perbedaan manusia dengan binatang terletak pada perilakunya. Perilaku manusia dikendalian oleh nafsu, akal dan nurani secara simultan sehingga muncul pertimbangan-pertimbangan etika dan estetika.
Dengan potensi akalnya, manusia diberi amanat sebagai khalifah dimuka bumi.
2.       Makna Sains
Pada awalnya orang tidak membicarakan tentang sains dan teknologi melainkan tentang sains dan teknik (engineering). Teknik merupakan penerapan sains untuk kesejahteraan manusia, juga dapat memusnahkan manusia. Pada dasarnya, sangat berlebihan jika kita memilah sains dengan teknologi secara tajam, karena istilah teknologi sebenarnya sudah mengandung sains dan teknik. Semakin lama penilaian itu semakin menjadi biasa, sehingga menjadi apa yang di sebut common parlance untuk merangkaikan sains dan teknologi. Makalah ini tidak akan mempersoalkan itu, istilah teknik dan teknologi dianggao sama saja yaitu satu penerapan saja. Kata sains berasal dari bahasa latin, yaitu Scire, artinya mengetahui atau belajar. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tangkapan pancaindra, intuisi, dan filsafat, sedangkan Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistimatisasi, dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran objektif, sudah diuji kebenaranya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Istilah sains dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi satu istilah baku yaitu Ilmu Pengetahuan.
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok sebagai berikut:
1)      Ontologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki objek studi yang jelas. Objek studi hatus dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan, dapat diuraikan, sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi sebuah ilmu ada dua yaitu objek material dan objek formal.
2)      Epistimologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki metode kerja yang jelas.
3)      Aksiologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatannya.
Dalam kajian ilmu filsafat, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Bidang studi tersebut dapat menunjukan nilai-nilai teoritis, hokum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistimatis, dan koheren. Dalam teori dan konsep tersebut tidak terdapat kerancuan atau kesemerawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif diantara satu sama lainnya.
Istilah Teknologi sebenarnya sudah mengandung sains dan teknik atau engineering sebab produk teknologi tidak mungkin ada tanpa di dasari sains. Dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi sesungguhnya tidak bias netral karena memerlukan sentuhan-sentuhan estetika yang bersifat subjektif.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berbuah, sedangkan teknologi tanpa sains bagaikan pohon tak berakar. Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan non-fakta pada manusia, ia tidak mampu mengerjakan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi fungsi sains hanya mengkoorsinasikan semua pengalaman-pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu system yang logis, sedangkan fungsi seni memberik semacam persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Sedangkan tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya.

   B.      Manusia dalam Iptek dan Iptek bagi Manusia
    1.       Manusia dalam Iptek.
Dengan potensi akal, manusia diberikan kebebasan untuk memilih dan mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan potensinya, manusia dapat menggali rahasia alam semesta hasil pengembangannya disebut sains, teknologi dan seni.

Atas dasar itu, ilmu ada yang bersifat abadi tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber dari Tuhan,dan ilmu yang bersifat perolehan tingkat kebenarannya bersifat nisbi karena hanya penafsiran dan dugaan sementara.

Manusia diciptakan sebagai subjek dan objek ilmu pengetahuan dan teknologi. Diakui, bahwa makluk lain seperti binatang, denganinstingnya mereka mampu merangkai fenomena alam ini menjadi sesuatu yang diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Namun mereka tidak kreatif karena bekerja berdasarkan insting semata, sedangkan manusia bekerja berdasarkan pertimbangan akal dan perasaannya.
   2.       Pengaruh Iptek bagi Kehidupan Manusia.
Dalam kehidupan modern hamper tidak ada orang hidup tanpa menggunakan jasa teknologi. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa teknologi, semakin tinggi pula tingkat ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak langsung dari kemajuan teknologi adalah kemudahan-kemudahan dalam bersktivitas. Memang teknologi diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan meringankan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun dampak negative dari teknologi masyarakat semakin terbuai. Hamper tidak sadar bahwa dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan sains dan teknologi  nyang demikian pesatnya mampu menciptakan perubahan-perubahan yang mempengaruhi langsung pada tatanan kehidupan masyarakat, khususnya dalam empat berikut:
1)      Perubahan dibidang intelektual
2)      Perubahan dalam organisasi-organisasi social yang mengarah pada kehidupan politik.
3)      Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya.
4)      Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Keempat hal di atas secara langsung menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia yang menuntut keterlibatan semua pihak. Dan pada akhirnya menentukan kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini.
   C.      Hubungan Sains, Teknologi dan Agama
Sains, teknologi, seni dan filsafat, merupakan usaha intelektual manusia yang diarahkan untuk mencari dan menemukan suatu pola, orde, system, maupun struktur tertentu.
Menurut Ian G. Barbour (2002), ada empat tipologi pemikiran para ilmuwan tentang hubungan sains dan agama, yaitu :
1.       Pendekatan Komplik.
2.       Pendekatan Independensi.
3.       Pendekatan Dialogis.
4.       Pendekatan Integratif.
Dari keempat tipologi di atas sebenarnya masih ada yang dapat kita kembangkan yaitu pendekatan Kholistik, suatu pendekatan yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.

   D.      Penerapan Sains dan Teknologi dalam Kehidupan.
Sains dan teknologi merupakan pengembangan potensi budaya manusia yang mengendap menjadi suatu peradaban. Dengan kesanggupan mengembangkan potensinya, manusia mampu mengubah muka bumi seperti yang kita saksikan saat ini, padahal manusia merupakan makhluk yang keberadaannya di muka bumi paling akhir.
Kemampuan manusia dalam memanfaatkan alam lingkungannya sangat bervariasi sesuai dengan kemampuan daya nalar dan social budayanya. Kelompok manusia yang tingkat budayanya tinggi, dapat memanfaatkan sumber dayaalam bagi kesejahteraan hidupnya. Melalui iptek yang dikuasainya, mereka mampu mengubah lingkungan alam yang tidak produktif seperti di Timur tengah dan Israel.
Sedangkan kelompok manusia yang budayanya masih rendah, sumberdaya alam yang disekitarnya tidak memberikan jaminan bagi kesejahteraan hidupnya. Hutan lebat, sungai lebar dan deras, air terjun dan lainnya dipandang sebagai penghalang dan penghambatcdaripada dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidupnya.

Day dukung lingkungan bersifat relatif dan lingkungan memiliki keterbatasan. Bila pemanfaatan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut tela melewati batas kemampuan, akan terjadi berbagai bentuk ketimpangan ketimpangan-ketimpangan tersebut menjadi masalah bagi kelangsungan hidup manusia dan makluk bumi lainnya.

Ada dua hal yang dapat meningkatkan daya dukung terhadap kesejahteraan hidup manusia yaitu iptek dan social budaya. Iptek yang dikuasai manusia dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan sebaliknya dapat menyengsarakan manusia apabila tidak mengindahkan aspek lingkungannya sehingga daya dukung lingkungan di luar batas kemampuannya. Ketimpangan lingkungan dalam bentuk kekeringan, tanah longsor, erosi, pencemaran, merupakan ungkapan keterbatasan daya dukung lingkungan akibat perilaku manusia yang tidak dapat mengendalikan diri.

Penerapan Iptek dala rekayasa pertanian berupa pemupukan, pengolahan tanah yang lebih baik, pemilihan bibit unggul, perbaikan pengairan melalui orgnisasi dan kelembagaan

 

Tacha Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting